Buka Bersama

        "Iya bu maaf, Iki gak bisa mudik tahun ini, InsyaAllah selepas lebaran kalau ada waktu luang Iki pulang... Nggih bu, ibu juga sehat-sehat di rumah, ingetin bapak juga jangan keseringan begadang nggih.. nggih bu Waalaikumsalam" aku menarik napas lantas menghembuskannya, sembari kutaruh hpku dan kulanjutkan menyantap hidangan berbukaku. Sebari menyantap hidangan, fokusku teralihkan oleh seorang wanita yang tengah duduk sendiri di pojok restoran tempatku melabuhkan hidangan berbukaku. Perlahan kulihat bulir-bulir keringat mengalir membasahi dahinya, tangannya tak lepas menggenggam hpnya yang kulihat banyak goresan dan retakan di layarnya. 

        Tak sekalipun ia menyentuh makanan yang tersedia di hadapannya, cukup aneh, seorang wanita dengan banyak hidangan makanan di depannya, kuhitung ada hingga belasan porsi tersedia di depannya yang tak satupun iya sentuh, makin lekat kuperhatikan, makin jelas ia tengah gusar, tak ada senyum riang awal-awal yang sempat kulihat kala kami berpapasan saat hendak memesan makanan, kini kulihat hanya bulir keringat dan sepasang mata sendu yang lekat memandang hpnya.

        Perlahan senyum getir mulai tersungging di bibirnya yang pucat, ia mulai menengok ke kanan dan ke kiri, hingga akhirnya mata kami bertemu, seolah ia tengah menemukan harapan, tanpa kuduga ia menghampiriku. "Maaf ka, boleh saya minta tolong?" Ucapnya getir sembari menundukan pandangannya seolah malu dan bingung. "Kalau boleh tau mau minta tolong apa ya?" Tanyaku menelisik maksud dari permintaannya. "Begini kak, boleh enggak saya pinjem uang buat bayar makanan saya, nanti saya ganti kok serius, ini ktp saya buat jadi jaminan, uang yang saya bawa kurang soalnya" ucapnya sembari memandangku dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Loh memangnya kenapa kamu membeli begitu banyak makanan kalau uangmu tidak cukup?" Tanyaku kembali merasa heran. 

    Ia pun perlahan menarik napasnya dan kali ini menahannya cukup lama sebelum akhirnya menghembuskannya secara perlahan. Senyum getirnya kembali tersungging dan perlahan ia mulai menjelaskan keadaannya "jadi sebenarnya saya dan teman-teman saya janjian untuk buka bersama, kami ber-17 sepakat untuk melaksanakan bukber ini di sini dari jauh jauh hari, saya yang memang rindu dengan mereka setelah lama tak berjumpa selepas kelulusan sma kami, berinisiatif untuk menjadi orang yang memesan tempat dan makanan, beberapa di antara mereka sudah ada yang membayar sedikit jaminan kehadiran di muka, setengah di antaranya menjanjikan bayar di tempat, tapi ternyata tidak ada satupun dari mereka yang datang, menyisakan saya sendiri dengan makanan-makanan ini serta tagihan yang harus saya lunasi, oleh karena ini saya minta bantuan kakak untuk meminjam uang melunasi sisa pembayarannya, InsyaAllah secepatnya saya lunasi, biar saja makanannya saya bagikan di jalan untuk yang lebih membutuhkan kak" ucapnya getir hampir tak bisa lagi membendung kesedihannya yang terpancar dari sorot matanya. "Lantas kenapa tidak kamu tagih langsung ke teman-temanmu itu saja? Mereka bertanggung jawab untuk membayarnya jika mereka telah menjanjikan untuk hadir!" Ucapku yang mulai terpancing emosi mendengar kisah peliknya tersebut. "Biarlah kak, saya memesan itu untuk teman-teman saya, jadi memang harus teman saya yang membayarnya" ucapnya tegas namun perlahan. "Makanya kamu harus minta pertanggungjawaban mereka sebagai temanmu untuk membayar kan?" Ucapku kembali menanggapi kalimatnya yang kurasa memiliki makna lain di belakangnya. Perlahan ia menggeleng "Justru karena itu saya sudah tidak ingin mereka membayarnya, biar saya tanggung sendiri" kali ini kulihat senyum lain tersungging di bibirnya yang entah mengapa kali ini aku mengerti maksudnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aplikasi belajar bahasa asing ? MEMRISE solusinya !

SCRATCH aplikasi untuk jadi Programer pemula !!

Mau bikin soal ? HOT POTATOES aja !!